Aku mendongeng I
September 16, 2018
Buku bersampul biru muda itu terbuka, ada sebuah foto tua tergeletak di
dalamnya, dikelilingi beberapa tetes air mata. Masih terlihat jelas apa yang
terukir disana meskipun keadaan foto itu sudah usang dimakan waktu. Tiga anak
kecil tersenyum manis, satu berambut ikal, panjang, hitam, tergerai. Anak kecil
di sebelah kanan berambut cepol, dengan mata bulatnya tersenyum jahil. Tepat di
tengahnya anak berpostur lebih kecil tersenyum menahan sakit karena terjepit,
dia tidak kalah cantik. Rambut panjang lurus, berjepit pita merah muda. Mereka
kembar tiga.
Aku bergegas keluar dari ruangan kecil di sudut rumah, yang jarang
diketahui oleh orang lain. Menghela nafas panjang. Meninggalkan ruangan itu.
Percikan air tepat
mengenai kaki saat setibanya aku di taman belakang rumah. Percikan air ini
berasal dari mesin penyiram tanaman otomatis. Sekarang tepat pukul 5 sore.
Aku mengedarkan pandangan ke sekitar, "masih sama" gumamku.
Menikmati suasana sore di taman belakang ini selalu menyenangkan, udara yang
sejuk bercampur bau tanah basah ditambah dengan munculnya kabut tipis menjelang
malam. Aku menghirup udara dalam-dalam "ini hal yang mahal kalau di kota
besar sana."
"Rona!!"
Suara itu muncul, membuyarkan semua lamunanku tentang hiruk pikuknya kota besar itu, beberapa detik yang lalu.
Suara itu muncul, membuyarkan semua lamunanku tentang hiruk pikuknya kota besar itu, beberapa detik yang lalu.
Namaku Rona, karena aku mempunyai warna pipi merah sejak lahir dan juga
ternyata berpengaruh sampai aku dewasa. Pipiku akan berwarna merah merona
ketika melakukan sesuatu. Berlari, makan pedas, kepanasan, kedinginan, juga
ketika sedang malu. Begitulah.
"Kapan kamu mulai berdiri di
sana?" Aku mencoba mengendalikan suaraku, aku tetap tidak membalikkan
badan.
"Emmm.. 15 menit yang lalu."
Suara berat itu terdengar
tenang.
"Ayo ikut aku!"
0 Comments